LEMBAGA-LEMBAGA YANG MENANGANI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

LEMBAGA YANG MENANGANI
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

Tugas
diajukan untuk memenuhi tugas mata Kuliah Pengelolaan Pendidikan Khusus

Dosen Pengampuh
Dr. H. Dedy Kurniadi, M.Pd
Drs. H. Mamad Widya, M.Pd
Dr. H. Sima Mulyadi, M.Pd

Disusun oleh  :
Ajirudin
Hayatul Uswa
Nurrahmah




DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Bandung 2015







KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan Rahmat dan memercikkan setetes ilmu-Nya, sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan Salam terlimpah curah kepada Muhammad SAW. Pendidikan sangatlah penting, baik itu pendidikan bagi anak normal maupun pendidikan bagi anak dengan berkebutuhan khusus.
Oleh karena itu, setiap orang wajib mendapatkan layanan pendidikan tanpa terkecuali seperti yang telah diatur dalam UUPasal 32 tentang pendidikan dan pelayanan khusus Ayat (1) Pendidikan  khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,  sosial,  dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Ayat (2) Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi  peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang,  masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana  sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak :
1.             Pasal 48Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak.
2.             Pasal 49Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
3.             Pasal 50 Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 diarahkan pada:
Ø   Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat,  kemampuan  mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal.
Ø   Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan  asasi.
Ø   Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan  nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional dimana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan peradabanperadaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri.
Ø   Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggungjawab.
Ø   Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup.
4.             Pasal 51 Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.
5.             Pasal 52 Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus.
6.             Pasal53 (1)    Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil; (2)    Pertanggungjawaban pemerintah sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong masyarakat untuk berperan aktif; (3) UU No. 4 1997 tentang Penyandang Cacat; (4) Deklarasi Bandung (Nasional) “Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif tahun 2004.
Makalah ini membahas tentang “Model dan Bentuk Lembaga Yang Melayanani Anak Berkebutuhan Khusus”,  diajukan guna memenuhi tugas pada mata kuliah PENGELOLAAN PENDIDIKAN KHUSUS. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis  menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini, semoga mendapat balasan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini  memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Bandung,   September  2015

Penyusun

 DAFTAR ISI
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar, hanya saja problema tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian khusus dari orang lain karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada juga yang problem belajarnya cukup berat sehingga perlu mendapatka perhatian dan bantuan dari orang lain. Anak penyandang cacat mulai diakui keberadaannya, dan oleh sebab itu mulai berdiri sekolah-sekolah khusus, rumah-rumah perawatan dan panti sosial yang secara khusus mendidik dan merawat anak-anak penyandang cacat.
Mereka yang menyandang kecacatan, dipandang memiliki karakteristik yang berbeda dari orang kebanyakan, sehingga dalam pendidikannya mereka memerlukan pendekatan dan metode yang khsusus pula sesuai dengan karakteristiknya. Oleh sebab itu, pendidikan anak penyandang cacat harus dipisahkan (di sekolah khusus) dari pendidikan anak lainnya. Konsep pendidikan seperti inilah yang disebut dengan konsep Special Education, yang melahirkan sistem pendidikan segregasi. Konsep special education dan sistem pendidikan segregasi lebih melihat anak dari segi kecacatannya (labeling), sebagai dasar dalam memberikan layanan pendidikan. Oleh karena itu terjadi dikotomi antaran pendidikan khusus (PLB) dengan pendidikan reguler.
Pendidikian khusus dan pendidikan regular dianggap dua hal yang sama sekali berbeda.
Konsep dan pemahaman terhadap pendidikan anak penyandang cacat terus berkembang, sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat. Pemikiran yang berkembang saat ini, melihat persoalan pendidikan anak penyandang cacat dari sudut pandang yang lebih bersifat humanis, holistik, perbedaan individu dan kebutuhan anak menjadi pusat perhatian.



Dengan demikian layanan pendidikan tidak lagi didasarkan atas label kecacatan anak, akan tetapi didasarkan pada hambatan belajar dan kebutuhan setiap individu anak. Oleh karena itu layanan pendidikan anak penyandang cacat tidak harus di sekolah khusus, tetapi bisa dilayani di sekolah regular terdekat dimana anak itu berada. Cara berpikir seperti ini dilandasi oleh konsep Special needs education, yang antara lain melatarbelakangi munculnya gagasan pendidikan inklusif.
B.            Rumusan masalah 
1.        Bagaimanakah hakikat layanan bagi anak berkebutuhan khusus?
2.        Bagaimanakah lembaga-lembaga yang menangani anak berkebutuhan khusus?
3.        Bagaimanakah konsep layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus?
4.        Bagaimanakah model layanan bagi anak berkebutuhan khusus?

C.           Tujuan
1.        Menjelaskan hakikat layanan bagi anak berkebutuhan khusus.
2.        Menjelaskan lembaga-lembaga yang menangani anak berkebutuhan khusus.
3.        Menjelaskan konsep layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
4.        Menjelaskan model layanan bagi anak berkebutuhan khusus.

D.           Manfaat
Penulis dan bagi pembaca makalah ini hendaknya mendapat menambah wawasan tentang seputar layanan bagi mereka yang berkebutuhan khusus, serta memahami bentuk konsep bagaimana dalam menghadapi anak yang berkebutuhan khusus secara garis besar.
  




BAB II
KAJIAN TEORI
A.           Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan dan merupakan terjemahan dari child with specials needs yang telah digunakan secara luas di dunia nternasional. Penggunaan istilah anak berkebutuhan khusus membawa kosekuensi cara pandang yang berbeda dengan istilah anak luar biasa yang pernah diergunakan dan mungkin masih digunakan. Jika pada istilah luar biasa lebih menitik beratkan pada kondisi (fisik, mental, emosi-sosial) anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan prestesinya.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan (barier to learning and development). Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan hamabatan belajar dan hambatan perkembang yang dialami oleh masing-masing anak.

Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu :
a.              Anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen, akibat dari kecacatan tertentu (anak penyandang cacat), seperti anak yang tidak bisa melihat (atunanetra), tidak bisa mendengar (tunarungu), anak yang mengalami cerebral palsy dst.
b.             Anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer.

B.            Perlunya Penanganan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan  asal-usul, status social ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus.

Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental social dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Tujuannya agar anak-anak tersebut mampu mengembangkan pengetahuan sikap dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat sehingga mampu hidup mandiri dan mengadakan interaksi dengan lingkungan social di sekitarnya.
Namun kenyataannya jumlah anak berkebutuhan khusus yang mendapatkan layanan pendidikan jumlahnya masih sangat sedikit. Berdasarkan data statistic yang dikeluarkan Biro Pusat Statistik saat ini ada sekitar 1.500.000 anak berkebutuhan khusus, sedangkan yang sudah memperoleh layanan pendidikan kurang lebih 60.000 anak. Kesenjangan ini di antaranya disebabkan oleh masih adanya hambatan dalam pola pikir masyarakat kita yang masih cenderung dikotomis dan memandang anak berkebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khusus dianggap berbeda dengan anak normal. Mereka dianggap sosok yang tidak berdaya, sehingga perlu dibantu dan dikasihani. Pandangan ini tidak sepenuhnya benar sangat merugikan anak-anak berkebutuhan khusus secara realistis, dengan melihat apa yang dapat dikerjakan oleh masing-masing anak. Setiap anak mempunyai kekurangan namun sekaligus mempunyai kelebihan. Oleh karena itu, dalam memandang anak berkebutuhan khusus, kita harus melihat tiga hal, yaitu dari segi kemampuan, segi ketidakmampuan, serta segi kebutuhannya.
Anak berkebutuhan khusus hendaknya kelainan, baik dalam bentuk perhatian kasih sayang, pendidikan maupun dalam berinteraksi social. Dengan demikian, mereka akan dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Didasari bahwa kelainan seorang anak memiliki tingkatan dari yang paling ringan sampai yang paling berat, dari kelainan tunggal, ganda, hingga yang kompleks yang berkaitan dengan emosi, fisik, psikis, dan social.
Mereka merupakan kelompok yang heterigen, terdapat di berbagai strata social, dan menyebar di daerah perkotaan, pedesaan bahkan di daerah-daerah terpencil. Kelainan seseorang tidak memandang suatu suku atau bangsa. Keadaan ini jelas memerlukan pendekatan khusus dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tersebut terdapat anak yang karena kondisi kelainannya tidak memungkinkan dating ke sekolah.
Mereka terpaksa berada di luar rumah dan biasanya tidak tersentuh pendidikan yang mereka perlukan. Ada pula di antara mereka yang berada dalam perawatan di rumah sakit berbulan bulan lamanya tanpa memperoleh pendidikan.
C.           Lembaga-lembaga Untuk Menangani Anak Berkebutuhan Khusus
Untuk mengatasi permasalahan tersebut telah disediakan berbagai bentuk layanan pendidikan (sekolah) bagi  mereka. Pada dasarnya sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus sama dengan sekolah anak-anak pada umumnya. Namun karena kondisi dan karakteristik kelainan anak yang disandang anak berkebutuhan khusus, maka sekolah bagi mereka dirancang secara khusus sesuai dengan jenis dan karakteristik kelainannya.
Sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus ada beberapa macam, ada Sekolah Luar Biasa (SLB), ada Sekolah Dasar Luar Biasa ada Sekolah Terpadu atau Mainstreaming dan Sekolah Inklusi. SLB adalah sekolah yang dirancang khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus daru satu jenis kelainan. Di Indonesia kita kenal ada SLB bagian A khusus untuk anak Tunanetra, SLB bagian B khusus anak Tunarungu, SLB C khusus anak Tunagrahita dan sebagainya.
Dalam satu unit SLB biasanya terdapat berbagai jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP hingga lanjutan. SDLB berbeda dengan SLB, SDLB adalah bentuk persekolahan (Layanan Pendidikan) bagi anak berkebutuhan khusus hanya untuk jejang pendidikan SD. Selain itu siswa SDLB tidak hanya terdiri dari satu jenis dari satu jenis kelainan saja, tetapi bisa dari berbagai jenis kelainan, misalkan dalam satu unit SDLB dapat menerima sisawa Tunanetra, Tunarungu, Tunadaksa, Tunanetra, bahkan siswa Autis.
D.           Lembaga Pemerintah
Departemen Pendidikan Nasional umumnya mendirikan SLB Negeri dan sekolah inklusif , ini biasanya seutuhnya milik pemerintah. Mulai dari kepemilikan gedung, sarana dan prasarana, tenaga pendidik, serta sampai ke pemilikan asrama. Semuanya di biayai oleh pemerintah. Departemen kehakiman dan Departemen Sosial dalam pananganan anak tunalaras, dan anak luar biasa lainnya, yang   pada dasarnya mereka menyelenggarakan  pendidikan dibawah naungan suatu departemen pemerintah.
Dewasa ini ditengah dikembangkan Pendidikan Inklusi. Pengembangan Pendidikan Inklusi ini tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluru Dunia terutama negara-negara Eropa Barat. Dalam pendidikan Inklusi anak-anak berkebutuhan khusus diintegrasikan ke sekolah-sekolah umum dengan menggunakan se optimal mungkin seluruh fasilitas yang ada serta dukungan lingkungan sekolah. Pelaksanaan Pendidikan Inklusi ini dilandasi keyakinan bahwa semua orang adalah bagian yang berharga dalam kebersamaan masyarakat, apapun perbedaan mereka.
Dalam pendidikan ini berarti semua anak terlepas dari kemampuan maupun ketidakmampuan mereka, latar belakang budaya atau bahasa, agama atau jender, menyatu dalam komunitas sekolah yang sama. Diharapkan dengan berbagai alternatif jenis pelayanan pendidikan (sekolah) seperti diatas, orang tua dapat memilih Sekolah Luar Biasa yang dirasa paling tepat bagi pendidikan putra putrinya yang berkelainan. Tidak ada alasan untuk tidak menyekolahkan anaknya yang berkelainan, hanya karena tidak ada sekolah bagi mereka.
E.            Lembaga Swasta

Ø  Untuk SLB swasta ada yang sepenuhnya dibiayai oleh swasta dibawah naungan sebuah yayasan yang bergerak dalam pendidikan, ada juga SLB swasta yang diberi subsidi/bantuan pemerintah. Misalnya subsidi akan sarana dan prasarana seperti bangunan, ATK Laboratorium,  sampai pada tenaga pendidiknya yang merupakan wujud subsidi dari pemerintah.
Ø  LSM yang bergerak dalam perlindungan anak dibawah naungan sebuah yayasan dan difokuskan untuk menyelenggarakan rehabilitasi dan pendidikan bagi ABK, misalnya semacam klinik penanggulangan Narkoba dan sebagainya

F.            Model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
ABK memiliki tingkat kekhususan yang amat beragam, baik dari segi jenis, sifat, kondisi maupun kebutuhannya, oleh karena itu, layanan pendidikannnya tidak dapat dibuat tunggal/seragam melainkan menyesuaiakan diri dengan tingkat keberagaman karakteristik dan kebutuhan anak. Dengan beragamnya model layanan pendidikan tersebut, dapat lebih memudahkan anak-anak ABK dan orangtuanya untuk memilih layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya. Ada beberapa model layanan pendidikan bagi ABK yang ditawarkan mulai dari yang model klasik sampai yang modern/terkini.



G.           Bentuk Layanan Pendidikan Segregrasi
Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Model ini mencoba memberikan layanan pendidikan secara khusus dan terpisah dari kelompok anak normal maupun ABK lainnya. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menangah Atas Luar Biasa. Sistem pendidikan segregasi merupakan sistem pendidikan yang paling tua.
Pada awal pelaksanaan, sistem ini diselenggarakan karena adanya kekhawatiran atau keraguan terhadap kemampuan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak normal.
Kelebihan dari model ini adalah :
1.             anak merasa senasib, sehingga dapat menghilangkan rasa minder, rasa rendah diri, dan membangkitkan semangat menyongsong kehidupan di hari-hari mendatang,
2.             anak lebih mudah beradaptasi dengan temannya yang sama-sama mengalami/menyandang ketunaan,
3.             anak termotivasi dan bersaing secara sehat dengan sesama temannya yang senasib di sekolahnya, dan anak lebih mudah bersosialisasi tanpa dibayangi rasa takut bergaul, minder, dan rasa kurang percaya diri.
Kekurangan/Kelemahan adalah :
1.             anak terpisah dari lingkungan anak lainnya sehingga anak sulit bergaul dan menjalin komunikasi dengan mereka yang normal,
2.             anak merasa terpasung dan dibatasi pergaulanya dengan anak yang cacat saja sehingga pada giliranya dapat menghambat perkembangan sosialisasinya di masyarakat, dan
3.             anak merasakan ketidakadilan dalam kehidupan di sekolah yang terbatas bagi mereka yang tergolong berkelainan.






H.           Sekolah Luar Biasa (SLB)
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah. Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai dengan kelainan yang ada (satu kelainan saja), sehingga ada SLB untuk tunanetra (SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E).

Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi. Selain, ada SLB yang hanya mendidik satu kelainan saja, ada pula SLB yang mendidik lebih dari satu kelainan, sehingga muncul SLB-BC yaitu SLB untuk anak tunarungu dan tunagrahita; SLB-ABCD, yaitu SLB untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Hal ini terjadi karena jumlah anak yang ada di unit tersebut sedikit dan fasilitas sekolah terbatas.

I.              Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal diasrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama. 

Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara yang ada di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakanpilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.







J.             Kelas jauh/Kelas Kunjung
Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Pengelenggaraan kelasjauh/kelas kunjung merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar. Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh pelosok tanah air, sedangkan sekolah-sekolah yang khusus mendidik mereka masih sangat terbatas di kota/kabupaten.

Oleh karena itu, dengan adanya kelas jauh/kelas kunjung ini. Dalam penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB-SLB di dekatnya. Mereka berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher). Kegiatan administrasinya dilaksanakan di SLB terdekat tersebut.

K.           Bentuk Layanan Pendidikan Terpadu/Integrasi
Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian, melalui sistem integrasi anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan anak normal belajar dalam satu atap. 

Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu, yaitu sistem pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh, sebagaian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi. Ada tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986).









Ketiga bentuk tersebut adalah :
1.             Bentuk Kelas Biasa 
Dalam bentuk keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa. Oleh karena itu sangat diharapkan adanya pelayanan dan bantuan guru kelas atau guru bidang studi semaksimal mungkin dengan memperhatikan petunjukpetunjuk khusus dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di kelas biasa. Bentuk keterpaduan ini sering juga disebut keterpaduan penuh. 
Pendekatan, metode, cara penilaian yang digunakan pada kelas biasa ini tidak berbeda dengan yang digunakan pada sekolah umum. Tetapi untuk beberapa mata pelajaran yang disesuaikan dengan ketunaan anak. Misalnya, anak tunanetra untuk pelajaran menggambar, matematika, menulis, membacaperlu disesuaikan dengan kondisi anak. Untuk anak tunarungu mata pelajaran kesenian, bahasa asing/bahasa Indonesia (lisan) perlu disesuaikan dengan kemampuan wicara anak. 

2.             Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus
Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak normal. Pelayanan khusus tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusus (GPK), dengan menggunakan pendekatan individu dan metode peragaan yang sesuai. Untuk keperluan tersebut, di ruang bimbingan khusus dilengkapi dengan peralatan khusus untuk memberikan latihan dan bimbingan khusus. Misalnya untuk anak tunanetra, di ruang bimbingan khusus disediakan alat tulis braille, peralatan orientasi mobilitas. Keterpaduan pada tingkat ini sering disebut juga keterpaduan sebagian.








3.             Bentuk Kelas Khusus
Dalam keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan terpadu. Keterpaduan ini disebut juga keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi.

Pada tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai pelaksana program di kelas khusus. Pendekatan, metode, dan cara penilaian yang digunakan adalah pendekatan,  metode, dan cara penilaian yang digunakan di SLB. Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan sosial, yang artinya anak berkebutuhan khusus yang dipadukan untuk kegiatan yang bersifat non akademik, seperti olah raga, ketrampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahatatau acara lain yang diadakan oleh sekolah.

Tiga alasan mengapa ABK memerlukan layanan pendidikan khusus, yaitu :
1.             Individual differences, manusia diciptakan Tuhan berbeda-beda. memiliki kapasitas intelektual, sosial, fisik, suku, agama yang berbeda, sehingga memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya.
2.             Potensi siswa akan berkembang optimal dengan adanya layanan pendidikan khusus.
3.             Siswa ABK akan lebih terbantu dalam melakukan adaptasi sosial.













BAB III
P E N U T U P
A.           Kesimpulan
Islam mengajarkan kita, “tuntutlah ilmu itu dari ayunan sampai keliang lahat” tanpa kecuali asal dia manusia, dia harus menuntut ilmu walau hanya sebatas kemampuan yang ia miliki. Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan  asal-usul, status social ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus.
Dari berbagai pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan-perbedaan baik perbedaan interindividual maupun intraindividual yang signifikan dan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga untuk mengembangkan potensinya dibutuhkan pendidikan.
Penanganan pendidikan untuk anak-anak ABK dapat berbentuk model segregasi (Contohnya SLB), kelaskhusus, SDLB, guru kunjung, sekolah terpadu, dan pendidikan inklusi. Sedangkan Personil/tenaga yang terlibat dalam pelaksanaan pelayanan pendidikan ABK, meliputi: guru, konselor, tenaga medis, psikolog dan personil lain yang dibutuhkan.
B.            Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan kita bisa memberikan layanan bagi Anak Berkebutuhan Khusus dengan baik dan benar, dan kita bisa saling memahami tentang apa yang seharusnya kita lakukan untuk mereka yang berkebutuhan khusus sesuai dengan skill masing-masing yang kita miliki.


DAFTAR PUSTAKA
Description: D:\homeHeaderLogoImage_en_US.png
Hidayat, dkk. 2006. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus.
Bandung: Upi Press

Suparno, dkk. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Universitas
Lampung.

Sujiono,Nuraini yuliana.2012.Konsep Dasar Anak Usia Dini.Indeks.s
Share this:


Comments

Popular posts from this blog

KI-KD KURIKULUM 2013 (K13) PKh / SLB